MENENTUKAN CADANGAN CBM (COAL BED METHANE) MENGGUNAKAN METODE MATERIAL BALANCE
Abstrak
Gas alam yang berasal dari batubara telah diketahui pada penambangan batubara dan merupakan ancaman keselamatan bagi pekerja tambang karena beracun dan mematikan. Telah diketahui pula pada proses pemboran sumur-sumur migas yang melewati lapisan batubara seringkali terjadi kick yang mengindikasikan adanya intrusi gas kelubang sumur atau loss circulation yang menghasilkan adanya rekahan. Hal ini merupakn indikasi bahwa lapisan batubara merupakan suatu reservoir. Tetapi bagaimanakah konsep sumber gas alam ini dapat disebut sebagai reservoir coal bed methane dan potensial dikembangkan pada industri perminyakan, dan bagaimana menentukan cadangan dengan menggunakn metode material balance?
Metodologi yang digunakan adalah mengunakan persamaan gas pada material balance yang dihubungkan dengan definisi dari CBM itu sendiri, sehingga dapat di uraikan menurut konsep petroleum system dari kaca mata duna perminyakan.
Dari uraian tersebut akan dapat ditentukan komponen reservoir dari CBM (coal bed methane) itu sendiri, sehingga dapat di bedakan karakteristik reservoir antara batuan reservoir gas CBM demgan batuan reservoir gas konvensional, yang sanagt penting sebagai parameter dalam menentukan cadangan CBM menggunakan metode material balance.
Hasil dari kajian ini mendefinisikan reservoir CBM itu sendiri, sebagai gas yang dihasilkan dan tersimpan pada lapisan batubara dengan kondisi dan syarat tertentu dilihat dari sudut pandang dunia perminyakan. Perhitungan juga di jelaskan disini, sebagai gambaran sederhana dalam memperkirakan cadangan gas reservoir CBM yang dihitung dengan metode material balance.
PENDAHULUAN
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam dan merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Berbagai macam kegiatan eksplorasi telah dilakukan untuk mendapatkan sumber minyak dan gas bumi yang baru dan ekonomis untuk kemudian diproduksikan, ataupun dengan meningkatkan perolehan minyak dan gas bumi dari sumur-sumur minyak dan gas bumi yang sudah ada.
Mengingat pentingnya minyak dan gas bumi bagi kelangsungan hidup manusia, maka perlu dipertimbangkan bagaimana caranya agar kita dapat menemukan kandungan minyak dan gas bumi yang baru dan prospek untuk diproduksi. Dengan mengingat bahwa kandungan minyak dan gas bumi makin menipis karena minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga perlu dilakukan estimasi cadangan hidrokarbon pada reservoir. Maka kita dapat memprediksikan kapan hidrokarbon dalam reservoir tersebut akan habis bila disesuaikan dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan.
Maka dari itu di perlukan solusi atau di temukanya sumber energi terbaru, salah satunya adalah CBM (cola bed methane) yang beberapa tahun terakhir menjadi kandidat salah satu sumber energi alternatif.
Sumber gasa alam dari batu bara yang kita ketahui adalah sebagai sebuah ancaman bagi para pekerja pertambangan batu bara, di karenakan beracun dan sangat mematikan. Sehingga di buat sebuah sumur untuk menembus lapisan ( reservoir) gas dari batu bara tersebut, yang berfungsi untuk membuang gas metahne dari area penambangan batu bara.
Dalam dunia perminyakan saat proses pengeboran yang bertujuan menembus batua menuju reservoir hidrokarbon sering terjadi kick atau loss circulation akibat adanya intrusi gas yang masuk kedalam lubang pemboran serta terdapat rekahan.
Sehingga dari analisa dasar ini lapisan batu bara dapat di katakan sebagai reservoir dari gas CBM itu sendiri. Serta dapat di manfaatkan dan di hitung seberapa besar cadangan gas CBM (coalbed methane) menggunakan metode material balance dalam hal ini.
Batubara merupakan batuan sedimen nonklastik yang terdiri dari lebih dari 50% berat dan 70% volume material organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batuan sedimen nonklastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk oleh proses kimia, biologi atau biokimia pada permukaan bumi tanpa mengalami proses erosi dan pengendapan seperti batuan sedimen klastik dan selanjutnya mengalami proses penguburan, pengompakan dan diteruskan dengan coalifikasi ditunjukkan pada Gambar 1.
Coalifikasi merupakan proses transformasi material organik menjadi bentuk material organik yang lain yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Dari tumpukan material organik kemudian mengalami transformasi menjadi peat, lignite, sub-bituminious, bituminious, antrachite dan graphite, yang umumnya disebut tingkatan/rank batubara. Coalifikasi juga menghasilkan produk samping berupa air dan gas. Dari proses coalifikasi ini dapat diketahui bahwa semua batubara mengandung gas seperti ditunjukkan pada Gambar 2 yang menyatakan hubungan volume pembentukan gas sebagai fungsi dari rank batubara. Gambar 2 juga menunjukkan bahwa rank bituminious mempunyai volume pembentukan gas yang paling tinggi. Rank peat tidak dimasukkan dalam hubungan ini karena penguburan dan terbentuknya peat masih dekat dengan permukaan, sehingga gas yang dihasilkan langsung terbebaskan.
Coal rank (tingkatan batubara) berhubungan erat dengan reservoir CBM karena terbentuknya gas-gas dibawah permukaan terjadi selama proses coalifikasi. Methane, karbondioksida dan komponen batubara lainnya merupakan hasil proses ini. Tingkatan batubara yaitu :
· Lignite, berwarna hitam kecoklatan yang merupakan perubahan material tumbuhan yang kemudian akan menjadi peat, tapi tidak seperti batubara coklat.
· Bituminous, soft coal yang mudah terbakar.
· Anthracite, hard black coal dengan lebih dari 92% karbon.
Biasanya, tingkatan batubara meningkat sebanding dengan kedalaman karena batubara sangat sensitif terhadap temperatur, tekanan dan lamanya terkubur. Namun ada faktor lain yang mempengaruhi tingkatan batubara. Sehingga pada kedalaman yang sama bisa saja memiliki tingkatan yang berbeda. Tingkatan batubara yang komersial berada diantara sub-bituminous sammpai semi-antrachite karena umumnya memberikan kandungan gas yang optimum dan permeabilitas yang cukup untuk diproduksikan.
Maceral composition merupakan komponen organik mikroskopoik batubara, analog dengan mineral pada batuan. Ada tiga jenis utama maceral yaitu :
· Jenis vitrinite, berasal dari pembusukan jaringan kayu.
· Jenis exinite, berasal dari lapisan spora dan serbuk sari, kulit ari, damar dan jaringan lemak.
· Jenis inertinite, umumnya berasal dari karbonisasi parsial berbagai macam jaringan tumbuhan di rawa-rawa.(Rightmire C., et al.,1984)
Salah satu hasil dari prosese coalifikasi adalah Coal Bed Methane merupakan gas yang dihasilkan dan tersimpan pada lapisan batubara, Lapisan batubara yang disebut reservoir CBM merupakan lapisan batubara yang berada >500 m dibawah permukaan dan diproduksikan fluida reservoirnya dengan membuat suatu sumur. Untuk lapisan batubara <500>
Maka dari itu perlu diketahiu bagaimana kondisi reservoir CBM tersebut mulai porositas, permeabilitas, dan lain-lainya
Terbentuk dan terakumulasinya minyak dan gas dibawah permukaan harus memenuhi beberapa syarat yang merupakan unsur-unsur petroleum system yaitu adanya batuan sumber (source rock), migrasi hidrokarbon sebagai fungsi jarak dan waktu, batuan reservoir, perangkap reservoir dan batuan penutup (seal). Petroleum system pada reservoir CBM sama dengan reservoir migas konvensional namun karena lapisan batubara merupakan batuan sumber sekaligus sebagai reservoir, sehingga tidak memerlukan migrasi serta perangkap reservoir. Pada Tabel 1 ditunjukan beberapa perbedaan antara reservoir CBM dan reservoir gas konvensional.
Komponen reservoir CBM terdiri atas batuan reservoir, isi dari reservoir yang terdiri atas komponen utama yaitu gas alam sedangkan air sebagai komponen ikutan, batuan penutup (seal) reservoir dan kondisi reservoir. Reservoir CBM mempunyai porositas ganda pada Gambar 3.
Porositas merupakan total bagian volume batubara yang dapat ditemapti oleh air, helium atau molekul sejenisnya (GRI,1996). Pori-pori batubara dibagi ke dalam macropores (>500Å), mesopores (20 sampai 500 Å) dan microspores (8 sampai 20 Å). Macroporosity antara lain crack, cleat, fissure dan void in fusinite dsb. Macropore biasanya diisi oleh air dan gas bebas. Struktur micropore biasanya memiliki kapasitas aliran yang sangat rendah dan permeabilitas yang kecil (dalam range microdarcy), sebaliknya cleats memiliki kapasitas alir yang besar dan permeabilitas yang tinggi (dalam range milidarcy). Oleh karena itu, batubara dianggap material dengan sistem dual-porosity.
Permeabilitas merupakan kemampuan material untuk melewatkan fluida melalui medium porinya. Permeabilitas merupakan salah satu sifat fisik yang berperan penting untuk memroduksikan gas pada economical rate. Fluida di batubara yakni air dan gas mengalir melalui cleat dan rekahan. Cleat merupakan rekahan vertikal yang terbentuk secara alami selama proses coalifikasi. Arahnya dikontrol oleh gaya tektonik. Cleat terbentuk oleh dua atau lebih set sub-paralel fracture yang arahnya tegak lurus lapisan (GRI,1996). Face cleat berhubungan dengan fracture yang dominan. Orientasi face cleat merupakan hasil gaya tektonik. Butt cleat biasanya tegak lurus face cleat.
Pada batubara, permeabilitas sangat jelas dan tergantung gaya. Gaya horizontal yang tegak lurus dengan face cleat yang terbuka akan menyebabkan pemeabilitas rendah. Ketika kondisi tegangan kecil, rekahan (fracture) alami akan terbuka dan memberikan permeabilitas untuk mengali melalui lapisan batuan. Lipatan dan patahan dapat menambah permeabilitas batubara melalui rekahan alami.
Selain itu, mineral yang mengisi cleat dapat mempengaruhi permeabilitas batubara. Mineral seperti calcite, pyrite, gypsum, kaolinite dan illite dapat mengisi cleat dan menyebabkan berkurangnya permeabilitas. Jika sebagian besar cleat terisi maka permeabilias absolut akan menjadi sangat rendah.
Adsorption isotherm didefinisikan sebagai kemampuan batubara untuk menyerapa gas methane dalam kondisi tekakan tertentu pada suhu konstan.adsorption isotherm di rumuskan oleh langmuir yang dikenal sebagai isothrem langmuir dengan persamaan untuk menghitung kemampuan menyerapa (sorption capacity) :
P
V = VL
P + PL
Dimana :
V : sorption capacity, Scf/ cuft
Vl : Volume Langmuir, Scf/cuft
Pl : Tekanan langmuir, Psi
P : Tekanan Reservoir, Psi
Jumlah gas yang teradsorpsi tergantung dari massa batu bara bukan volumnya, oleh karena itu bentuk persamaan yang lebih sering digunakan untuk mengekspresikan volume gas yang teradsorpsi tiap satuan massa batubara adalah :
Dimana :
V = volume gas akhir pada tekanan p, scf/ton
Vm = konstanta isotem Langmuir’s, scf/ton
b = konstanta tekanan Langmuir’s, psi
Oleh karena itu, sifat utama yang perlu diketahui pada reservoir CBM merupakan prosedur yang penting untuk menjelaskan bagaimana methane tersimpan di batubara, bagaimana methane bisa terlepas dan karakteristik alirannya. Pada dasarnya terdapat dua konsep dalam memahami CBM yaitu methane storage dan methane flow.
Penyimpanan Gas pada Reservoir CBM
Methane terdapat dalam batubara karena salah satu dari tiga tahap berikut yaitu : (a) Sebagai molekul yang terserap pada permukaan organik, (b) Sebagai gas bebas dalam pori atau rekahan, dan (c) Terlarut dilarutan dalam coalbed (Rightmire, C T et al., 1984). Namun, methane dalam jumlah besar terdapat dalam batubara terserap pada lapisan monomolecular dan hanya ada sedikit gas bebas yang berada pada cleat. Proses penyerapan ini dipengaruhi oleh tekanan, temperatur dan tingkatan batubara. Peningkatan tekanan dan tingkatan batubara dan penurunan temperatur, maka kapasitas metahne dalam batubara akan meningkat. Jadi umumnya lapisan batubara yang lebih dalam memiliki jumlah metahane yang lebih besar pada rank yang sama (gambar 2). selain itu, semakin tinggi rank maka kapasitas penyimpanan akan meningkat pula.
Jumlah methane yang dihasilkan dari proses perubahan dari peat menjadi anthracite lebih besar daripada kapasitas batubara untuk menyerapnya. Boyer dkk berkata “… jumlah methane (dan gas-gas yang lainnya) yang dihasilkan selama proses coalifikasi umumnya meleang bihi kapasitas penyimpanan batubara, dan kelebihan methane ini seringkali bermigrasi ke sekeliling lapisan. Contohnya, kandungan gas yan tertinggi untuk batubara anthracite di Amerika sebesar 21.6 m3/ton3, hanya sekitar 12% dari jumlah methane yang dihasilkan selama proses coalifikasi secara teoritis”. Fakta ini dapat dijelaskan karena tekanan tekanannya saat ini telah berkurang banyak dibandingkan tekannanya saat terbentuk dan jumlah gas yang dihasilkan biasanya melebihi kapasitas penyerapan lapisan batubara.
Hubungan antara tekanan dan kapasitas batubara dapat dijelaskan menggunakan Langmuir’s Isoterm (gambar 3). Secara umum, kaspasitas batubara untuk menyerap gas berupa fungsi non-linear tekanan. Desorption isoterm menunjukkan kosentrasi gas yang terserap pada matriks abtubara berubah sebagai fungsi tekanan gas bebas di sistem cleat batubara. Oleh karena itu, ini menunjukkan hubungan antara aliran di sistem matriks dan aliran di sistem cleat. Hubungan non-linear didefinisikan dengan persamaan Langmuir.
Hasil lain dari proses coalifikasi adalah air. Air memiliki tempat yang penting dalam analisa CBM. Air dapat tersimpan dibatubara melalui dua cara, yaitu : (a) sebagai air yang terikat di matriks batubara dan (b) sebagai air bebas pada cleat. Matriks yang mengikat air tidak mobile dan menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam recovery methane dari batubara. Namu, air bebas pada cleat merupakan salah satu parameter yang penting dalam produksi methane. Air bebas bersifat mobile pada saturasi air yang tinggi (lebih besar dari 30%). Banyak endapan batubara merupakan sistem aquifer yang aktif dan saturasi airnya 100% pada cleat system.
Mekanisme Perpindahan Gas Dalam Reservoir CBM
Dalam memproduksikan gas dari reservoir CBM, aliran methane mengalami tiga taha yaitu : (a) gas mengalir dari rekahan alami (b) gas terlepas dari permukaan cleat dan (c) gas terdifusi melalui matriks menuju cleat (GRI,1996).
Sebagian besar methane tersimpan di dalam matriks. Tetapi, tekanan dibatubara sangat rendah, fluida yang mengalir di system cleat adalah air dan dalam gas bebas jumlah yang kecil serta gas yang terlarut dalam air. Setelah proses dewatering, methane terlepas (tahap desorption) dari permukaan batubara. Desorption merupakan proses dimana molekul methane terlepas dari permukaan micropore matriks batubara dan masuk ke system cleat dimana berupa gas bebas (GRI,1996).
Setelah terlepas dari permukaan batubara, aliran methane di matriks mulai berpindah ke system cleat karena perbedaan gradient konsentrasi gas di kedua zona tersebut (difusi). Difusi merupakan proses dimana aliran terjadi melalui pergerakan molekul secara acak dari daerah yang memiliki konsentrasi tinggi ke daerah yang konsentarsinya lebih rendah (GRI,1996).
Mekanisme Produksi Di Reservoir CBM
Produksi CBM melalui 3 tahap selama life-timenya. Kelakuannya sangat berbeda dari sumur gas konvensional. Profil produksi sumur CBM ditunjukkan pada Gambar 4. Selama tahap I, sumur CBM mengalami produksi air yang konstan dengan peningkatan produksi gas serta penurunan tekanan alir dasar sumur yang sangat rendah bahkan dapat diabaikan. Awalnya, sumur CBM dipenuhi dengan air karena terbebaskan pada saat proses coalifikasi. Air mengisi jaringan cleat yang utama. Untuk memproduksikan gas maka air yang mengisi sebagian besar cleat harus dikeluarkan. Secara teori, produksi air akan mengurangi tekanan hydarulic pada batubara karena pelepasan gas. Proses ini dikenal sebagai dewatering. Waktu proses dewatering dan jumlah air yang terproduksi sangat bervariasi. Akibatnya akan sangat sulit untuk memperkirakan pengaruhnya dalam hal keekonomiannya. Oleh karena itu, lapisan batubara harus dikontrol dengan sifat fisiknya. Sifat fisik utama yang mempengaruhi efisiensi proses dewatering antara lain permeabilitas, kandungan gas yang diserap, kura permeabilitas relatif dan kurva tekanan kapiler, koefiesien difusi dan desorption isoterm. Diakhir tahap pertama, sumur akan memiliki tekanan alir dasar sumur yang minimum.
Tahap kedua ditandai dengan menurunnya produksi air dan meningkatnya laju produksi gas. Permeabilitas relatif air akan menurun dan permeabilitas relatif gas akan naik. Batas terluar menjadi sangat signifikan dan laju pelepasan gas akan berubah secara dinamis. Batas antara tahap II dan III ditandai dengan dicapainya puncak laju alir gas. Selama tahap III proses dewatering tetap terjadi tapi jumlahnya sangat sedikit bahkan dapat diabaikan.
ANALISA PEMBAHASAN
Terdapat banyak cara dalam menentukan cadangan CBM dalam reservoir batu bara antara lain menggunakan metode volumetric serta metode material balance.dalam pembahasan ini akan di gunakan metode material balance.
Persamaan material balance merupakan salah satu cara untuk memperkirakan perilaku reservoir dan original gas in place (OGIP). Persamaan umum material balance untuk CBM secara umum adalah sebagai berikut :
Gp = G + Gf – GA -GR ...............................................(1)
Dimana :
Gp = Gas yang diproduksi
G = Gas terserap mula-mula
Gf = Gas bebas mula-mula
GA = Gas terserap akhir
GR = Gas bebas yang tersisa
Contoh Perhitungan Perkiraan Cadangan Gas Reservoir CBM
Diketahui data-data dari 320 acres area produksi batubara maka di dapat data sebagai berikut :
Time (Days) | Gp (MMSCf) | Wp (METB) | P (Psia) | P/Z (Psia) |
0 | 0 | 0 | 1500 | 1704.5 |
730 | 265.086 | 157490 | 1315 | 1498.7 |
1460 | 968.41 | 290238 | 1021 | 1135.1 |
2190 | 1704.033 | 368292 | 814.4 | 887.8 |
2920 | 2423.4 | 425473 | 664.9 | 714.1 |
3650 | 2992.901 | 464361 | 571.1 | 607.5 |
b = 0.00276 psi-1
Vm = 428.5 scf/ton
rB = 1.70 g/cm3
h = 50 ft
Swi = 0.95
A = 320 acres
Pi 1500 psia
Pd = 1500 psia
T = 105 F
Gc = 345.1 scf/ton
Bw = 1.00 bbl/STB
Φ 0.01
Cw = 3 x 10-6 psia--1
Cf = 6 x 10-6 psia--1
Pertanyaan :
Hitung cadangan reservoir CBM dengan mengabaikan water dan formasi compresibilitas?
Jawab :
a) Mengitung Eg dan V
Eg = 198.6 p/Tz = 0.3515 p/z scf/bbl =1.18266p/1=0.00276p scf/ton
P (Psia) | P/Z (Psia) | Eg (scf/bbl) | V (scf/ton) |
1500 | 1704.5 | 599.21728 | 345.0968 |
1315 | 1498.7 | 526.86825 | 335.903 |
1021 | 1135.1 | 399.04461 | 316.233 |
814.4 | 887.8 | 312.10625 | 296.5301 |
664.9 | 714.1 | 251.04198 | 277.3301 |
571.1 | 607.5 | 213.56673 | 262.1436 |
b). Mengitung cadangan CBM mengunakan Material balance
Gp + Bw Wp Eg = Ah [ 1359.7 rB ( Gc -V ) - 7758ǿ ( 1 – Swi ) Eg ] +7758 Ah ǿ ( 1 – Swi ) Egi
Atau :
Gp + Bw Wp Eg = Ah [ 2322. 66 ( 345. 1 – V ) – 3.879 Eg ] + 2324. 64 (Ah)
Sehingga dapat hasil sebagai berikut:
p | V | Gp | Wp | Eg |
( Psi ) | (scf / ton) | ( MMscf ) | ( MMETB ) | ( scf / bbl ) |
| | | | |
| | | | |
1500 | 345.097 | 0 | 0 | 599.21 |
1315 | 335.9 | 265.086 | 0.15749 | 526.87 |
1021 | 316.23 | 968.41 | 0.290238 | 399.04 |
814.4 | 296.53 | 1704.033 | 0.368292 | 312.11 |
664.9 | 277.33 | 2423.4 | 0.425473 | 251.04 |
571.1 | 262.14 | 2992.901 | 0.464361 | 213.57 |
Mengitung initial gas in place:
G = 1359.7 Ah rB Gc
= 1359.7 (318) (50) (1.7) (345.1)
= 12.68 Bscf
Gf = 77.58 Ah ǿ (1 – Swi ) Egi
= 77.58 (318) (50) (0.01) (0.05) (599.2)
= 0.0369 Bscf
Total gas in place = G + Gf = 12.68 + 0.0369
= 12.72 Bscf
saya bisa minta sumber literaturnya?karena sya masih belum jelas dan juga pada blog ini tidak ditampilkan gambar serta tabel yang memperkuat isi bacaan tersebut. terima kasih.
ReplyDeleteboleh saya minta literatur bukunya..?
ReplyDelete