Tidak perlu takut keliling dunia meski punya dana terbatas. Marina Silvia Kusumawardhani membuktikannya. Dia berkeliling Eropa selama enam bulan hanya dengan USD 1.000 secara legal. Bagaimana caranya?
PESAWAT Emirates jurusan Eropa baru berangkat sekitar pukul 22.00. Malam itu, sekitar pukul 20.00, terminal keberangkatan internasional di Bandara Soekarno-Hatta juga masih lengang. Hanya satu-dua orang berlalu lalang. Seorang gadis berjilbab kuning bermotif serta jaket kaus tampak mendorong troli. Dia didampingi seorang ibu berbusana muslimah dengan penutup kepala cokelat tua.
“Maaf terlambat, Jakarta macet sekali,” kata Marina Silvia K. saat melihat Jawa Pos menunggu.
Berangkat dari kediamannya, kawasan Padasuka, Bandung, dengan diantar sang ibu, Dedeh Suryawati, 56, malam itu Marina dalam perjalanan menuju Eropa. Kali ini dia memang sengaja memilih penerbangan asal Dubai, Uni Emirat Arab, itu.
“He… he… saya memang tidak pernah banyak bawa barang kalau pergi-pergi. Baju kan bisa dicuci,” katanya saat ditanya tentang bekal yang dibawa untuk perjalanan 2,5 bulan (berakhir sekitar September 2008 mendatang) ke Eropa kali ini.
Troli yang didorongnya hanya berisi sebuah daypack (tas model ransel) ukuran laptop dan sebuah koper ukuran sedang. Menurut Marina, dirinya selalu menyesuaikan bekal yang dibawa dengan tujuan perjalanan. “Ini beda dengan saat backpacking ke Eropa dua tahun lalu, bawaan saya ransel yang gede,” kata wanita berusia 25 tahun itu.
Menurut Marina, kali ini keberangkatan ke Eropa untuk kepentingan sekolah. Dia ingin mengumpulkan informasi sebelum memburu gelar S-2 atas biaya sendiri di sana. Meski gemar travelling ke luar negeri, lulusan Teknik Industri ITB angkatan 2001 itu mengaku bukan anak orang kaya. Ayahnya, Rasyid Abdul Kadir, hanyalah pensiunan PNS (pegawai negeri sipil). Tapi, dia punya kiat bepergian dengan murah.
Saat keliling Eropa selama enam bulan pada 2006, misalnya, anak bungsu dari lima bersaudara itu hanya menghabiskan USD 1.000 atau sekitar Rp 9 juta. Tapi, jumlah itu belum termasuk biaya tiket pesawat menuju Eropa pulang-pergi serta urusan visa yang juga habis sekitar USD 1.000.
“Jadi, total USD 2.000 pulang pergi dan selamat utuh kembali ke Bandung,” katanya lantas tersenyum. Uang sebesar itu berasal dari tabungan selama 18 bulan yang dikumpulkan sebelum keberangkatan dan kerja proyek membantu dosen di ITB.
Lalu bagaimana caranya bisa tinggal di Eropa dengan dana yang irit seperti itu? Internet jadi kunci. Marina menjalin jejaring pertemanan melalui www.hospitalityclub.org dan www.couchsurfing.com. Kedua situs tersebut adalah tempat yang menghubungkan sesama pelancong di seluruh dunia. Para anggotanya siap menjadi tamu sekaligus tuan rumah (host) dari rekan sesama pelancong dari mana pun.
“Istilahnya, kita hidup menumpang dengan mereka. Tapi, bukan dalam arti memanfaatkan. Kita bisa mencari teman yang senapas dengan ketertarikan kita,” imbuhnya.
Untuk mengetahui sosok sang calon tuan rumah, Marina mengandalkan profil mereka dan testimoni sesama member yang juga dipajang dalam situs tersebut. “Rely on (bersandar) hanya pada hal itu. Sebelum datang juga tidak pernah menelepon. Hanya kirim email. Tapi, (setelah bertemu darat) semuanya cocok banget. Mungkin namanya juga bule,” kata penyuka Bono (penulis hampir semua lagu U2) hingga sufisme Jalaluddin Rumi itu.
Meski Eropa bukan benua baru bagi Marina yang pernah ikut program homestay di Inggris saat SMP, modal keberanian juga mutlak dimiliki. Dengan segala persiapan itulah, Marina sukses menapakkan kaki di negara-negara Eropa yang masuk wilayah schengen (beranggota 15 negara) dan non-schengen. “Saya masuk ke Eropa dengan Qantas dari Singapura menuju Frankurt, Jerman,” katanya.
Untuk menghemat biaya fiskal, dia menyeberang ke Singapura lewat laut via Batam. “Jadi, saya terbang dari Jakarta ke Batam.”
Selama enam bulan itu, total 45 kota di 13 negara yang sukses dilintasinya. Mulai Jerman, Rusia, Finlandia, Swedia, Norwegia, Denmark, Belgia, Luksemburg, dan Prancis. Lalu dilanjutkan Spanyol, Italia, Austria, dan Ceko.
Meski perjalanan ditempuh seorang diri, hampir tak ada pengalaman buruk yang dia rasakan. Meski dengan kocek terbatas, berkat keluwesan berkomunikasi, penyuka wangi CK One itu juga tak perlu tidur di penginapan kecil ataupun stasiun misalnya. “Awalnya saya sempat khawatir apakah saya bisa bertahan. Eh ternyata semuanya bisa dilalui lahir dan batin,” imbuhnya.
Tak hanya menikmati alam Eropa yang indah dan eksotik, gadis kelahiran 30 Agustus 1983 itu melatih mental dan memperkaya batin. Itu karena luasnya spektrum orang-orang yang dia temui sepanjang perjalanan. Marina yang masih lajang itu juga mengaku bisa menyesuaikan diri dengan host (tuan rumah). Kuncinya saling percaya sehingga jalinan hubungan positif pun tercipta. Pengalaman itu telah dia tulis dalam buku Keliling Eropa 6 Bulan Hanya 1000 Dolar.
Buku itu menceritakan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dia hadapi. Seperti saat merayakan Lebaran dan salat Id di Wina, Austria. Dashurie, perempuan berjilbab imigran Albania, bertanya kepadanya, “Bukankah nabi kita melarang perempuan berjalan sendirian?”
Mendapat pertanyaan begini, Marina yang juga pernah melakukan backpacking ke India itu menjawab, “Saya percaya Nabi dulu (melarang) untuk kebaikan perempuan, karena dulu sangat tidak aman untuk berjalan sendiri.”
Soal amannya Eropa juga diamini Dedeh Suryawati, ibunda Marina. Dia mengaku tak khawatir dengan keselamatan sang buah hati walau setengah tahun berada di benua yang jaraknya ribuan kilometer dari Bandung.
“Kalau di sini (Bandung), jam 9 malam dia belum pulang, saya malah bingung. Di sini kan kejahatan aneh-aneh. Tapi, kalau di sana kok malah enggak ya,” katanya.
Dedeh yang sehari-hari berwiraswasta juga makin yakin setelah melihat teman-teman Marina sesama pelancong -anggota kedua situs tersebut- yang kerap mampir dan menginap di rumahnya. Mereka yang datang itu ada yang dari Malaysia, Austria, Amerika, Norwegia, Jerman, Ceko, dan Prancis.
“Dengan memperlakukan mereka secara baik di Indonesia, insya Allah, anak saya juga akan diperlakukan baik dengan mereka,” katanya.
Lalu, ke mana lagi setelah ini? Marina masih menyimpan mimpi untuk bisa sekali lagi kembali ke India atau menyusup jauh di pedalaman Amerika Selatan. Termasuk melihat kampung Maradona di Villa Fiorito, Buenos Aires, Argentina. (el)
Dikutip dari jawapos.co.id
———-
Wah jadi pengen neh.. siapa neh mo ngikut bareng akuuuu??? :lol:
Friday, November 13, 2009
Wednesday, November 11, 2009
Mau keliling dunia biaya murah - jadilah backpacker
Saya teringat dengan sebuah artikel di Jawa Pos tentang seorang wanita yang keliling eropa dengan biaya 2000 USD ( tiket dan surat-surat 1000 USD, dan biaya di jalan 1000 USD ). Cukup menarik untuk dibahas, karena biasanya biaya perjalanan ke luar negri lumayan besar.
Wanita ini, saya lupa namanya karena korannya saya lupa taruh dimana, seorang mahasiswi ITB melakukan perjalanan ke beberapa negara eropa dengan biaya minim. Ia tentunya tidak menggunakan jalur tour wisata biasa, tetapi menggunakan sesuatu yang sering disebut backpacking atau berpetualang.
Istilah backpaker bagi orang yang menjalani petualangan sudah sering saya dengar sebelumnya. Namun lebih banyak dilakukan oleh orang asing. Sehingga petualangan mahasiswi ITB ini sungguh menarik perhatian saya. Apalagi sebagai seorang wanita tentunya akan menemui kesulitan dalam perjalanan.
Namun hal ini ditepis oleh mahasiswi tersebut, walaupun ia hanya membawa beberapa stel pakaian, ia bisa bertahan hidup dengan biaya 1000 USD. Rahasianya adalah membangun komunitas backpaker di Internet. Ia mengikuti beberapa situs backpaker seperti Hospitality Club dan Couch Surfing.
Di setiap negara yang dikunjunginya, ia memiliki seorang koresponden di negara yang bersangkutan. Tentunya ia berkenalan dengan korespondennya melalui dua situs di atas. Tipsnya adalah pintar-pintar bersosialisasi sebelum dan ketika kita disana.
Setiap anggota dari situs di atas harus siap menampung para backpaker yang terhubung dengannya. Sehingga menggunakan komunitas ini, backpaker dari luar negeri bisa menghemat biaya hidup di negara tujuan. Yaitu dengan menumpang di rumah koresponden kita.
Menurut mahasiswi itu, ia tidak mengalami kesulitan yang berarti selama perjalanan backpacking di eropa. Jadi bagi anda yang tertarik jalan-jalan ke luar negeri dengan biaya murah mungkin cara ini bisa ditempuh.
Untuk itu diperlukan beberapa keahlian dan keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah di perjalanan. Sebuah situs menarik memberikan informasi tentang kegiatan backpaking, yaitu backpaker.com. Situs ini menjelaskan tentang persiapan, keahlian, alat-alat maupun komunitas backpaker.
Wanita ini, saya lupa namanya karena korannya saya lupa taruh dimana, seorang mahasiswi ITB melakukan perjalanan ke beberapa negara eropa dengan biaya minim. Ia tentunya tidak menggunakan jalur tour wisata biasa, tetapi menggunakan sesuatu yang sering disebut backpacking atau berpetualang.
Istilah backpaker bagi orang yang menjalani petualangan sudah sering saya dengar sebelumnya. Namun lebih banyak dilakukan oleh orang asing. Sehingga petualangan mahasiswi ITB ini sungguh menarik perhatian saya. Apalagi sebagai seorang wanita tentunya akan menemui kesulitan dalam perjalanan.
Namun hal ini ditepis oleh mahasiswi tersebut, walaupun ia hanya membawa beberapa stel pakaian, ia bisa bertahan hidup dengan biaya 1000 USD. Rahasianya adalah membangun komunitas backpaker di Internet. Ia mengikuti beberapa situs backpaker seperti Hospitality Club dan Couch Surfing.
Di setiap negara yang dikunjunginya, ia memiliki seorang koresponden di negara yang bersangkutan. Tentunya ia berkenalan dengan korespondennya melalui dua situs di atas. Tipsnya adalah pintar-pintar bersosialisasi sebelum dan ketika kita disana.
Setiap anggota dari situs di atas harus siap menampung para backpaker yang terhubung dengannya. Sehingga menggunakan komunitas ini, backpaker dari luar negeri bisa menghemat biaya hidup di negara tujuan. Yaitu dengan menumpang di rumah koresponden kita.
Menurut mahasiswi itu, ia tidak mengalami kesulitan yang berarti selama perjalanan backpacking di eropa. Jadi bagi anda yang tertarik jalan-jalan ke luar negeri dengan biaya murah mungkin cara ini bisa ditempuh.
Untuk itu diperlukan beberapa keahlian dan keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah di perjalanan. Sebuah situs menarik memberikan informasi tentang kegiatan backpaking, yaitu backpaker.com. Situs ini menjelaskan tentang persiapan, keahlian, alat-alat maupun komunitas backpaker.
Subscribe to:
Posts (Atom)